24 December 2012

Ketika Toleransi Diukur dari Ucapan "Selamat Natal"


NATAL akan segera tiba, di pusat perbelanjaan dan mal besar, atribut pohon cemara dan pernak-pernik berwarna merah, terlihat gamblang sana - sini. Agak memprihatinkan karena ada pula teman - teman muslim yang ikut menyemarakkan. Dalam ranah toleransi masyarakat urban modern, hal demikian lumrah adanya.

“Toh teman Kristiani juga tidak segan mengucapkan dan ikut menyemarakkan lebaran. Kenapa umat muslim perlu ragu untuk mengucapkan hal yang sama di hari raya kita?” Begitu barangkali suara dari teman Kristiani. Hal ini menyeret semuanya untuk berpikir adil dan tak adil, toleran dan tidak toleran.

Dalam dunia hiburan misalnya. Ketika grup vokal Warna dengan lima anggota itu menyanyikan lagu Islami untuk menyambut bulan Suci Ramadhan, dua anggota yang Kristiani juga ikut menyanyikan lagu muslim. Namun ketika menyambut Natal, tiga rekan muslim lain tidak ikut menyanyi. Dalam hal ini barangkali Nina CS (saat itu Warna belum bubar) mampu memberi pemahaman tentang bagaimana aturan Islam itu sendiri pada dua temannya yang nonmuslim.

Sementara untuk pengucapan selamat hari Lebaran itu sendiri, sudah mungkin tentu teman Kristiani tak ragu mengucapkannya. Toh setahu saya, aturan mereka ‘melarang ucapan selamat pada lain keyakinan, tidak ada’. Namun ada pula yang menggelitik hati dan sanubari yakni ketika Vj Daniel dan Miss Agnes yang kalau tidak salah membintangi iklan sepeda motor, tidak secara eksplisit mengucapkan selamat hari Raya Lebaran. Mungkin di sana, mereka sedang menunjukkan ‘keadilan’.

“Masa ngucapin selamat Natal aja mereka ogah, ngapain sih kita juga perlu ngucapin pas mereka lebaran?” Mungkin begitu pikiran beberapa teman Kristiani. Tenang, ini dugaan kok. Bicara beginian emang sensitif.

Kasus seperti ini kemudian menjadi sejenis ketegangan. Apalagi kalau dipahami beberapa ‘orang tertentu’. Misalnya pembaca muda yang alay. Ada pula yang bertegang-tegang ria karena lain agama, lain pula pemahaman. Dan kita sebagai muslim, harus bisa menjelaskan.
Yah, agak ‘berat’ kalau yang Kristiani ini meminta penjelasan detail. Sebab saya pribadi, memang harus kembali pustaka internet untuk ‘mengingat kembali’. Tapi ‘ajaran’ untuk tidak mengucapkan selamat hari raya kepada umat lain memang sudah familiar sejak saya masih bocah. Baik saat mengikuti pengajian, ceramah saat pesantren kilat, atau kutbah Jumat.

Meski demikian. banyak pula ulama yang berbeda pendapat. Mereka berkata, ucapan saja toh tidak akan membuat seseorang menjadi mualaf/murtad/keluar dari agama. Tapi sebagian besar meyakini bahwa mengucapkan berarti merayakan, ikut ‘bersenang-senang’ dengan hari raya orang lain.




Sebenarnya, Menyejajarkan Idul Fitri dengan Natal adalah tindakan keliru, karena keduanya berbeda dan sama sekali tidak sejajar.
Pertama, Idul Fitri adalah hari raya yang diperintahkan dalam Islam, sedangkan Natal tidak ada perintahnya dalam kitab suci. Idul Fitri disyariatkan dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah 185 dan banyak hadits, sedangkan Natal sama sekali tidak ada perintahnya dalam Bibel, baik perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bahkan umat Kristen abad permulaan tidak pernah merayakan Natal. Kebiasaan gereja merayakan Natal pada tanggal 25 Desember baru dimulai pada abad keempat. Sebelum itu gereja tidak mengenal perayaan Natal, tidak tahu kapan, hari apa, bulan apa dan tahun keberapa Yesus dilahirkan. Bibel juga sama sekali tidak memuat data – data tentang Natal Yesus. Penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus juga menyalahi Bibel. Injil Lukas pasal 2 menceritakan bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, gembala – gembala sedang berada di padang menjaga kawanan ternak  mereka pada waktu malam (ayat 8). Itu artinya Yesus dilahirkan antara bulan Maret atau April dan bulan November. (Lihat buku Katekisasi Perjanjian baru karya Dr.J.L.Ch.Abineno, hlm.14)
Kedua, esensi Idul Fitri dan Natal berbeda tolak belakang 180 derajat. Idul Fitri adalah hari raya setelah berpuasa sebulan penuh selama Ramadhan untuk meneguhkan tauhid. Sedangkan Natal adalah peringatan kelahiran Yesus Kristus. Dengan kata lain Natal, adalah hari ulang tahun kelahiran Tuhan dan juru selamat penebus dosa dalam keyakinan Kristen.
Ketiga, kalau mau menyejajarkan sementara, seharusnya Natal Yesus disandingkan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena memperingati kelahiran Yesus (Natal) dan peringatan kelahiran Nabi Muhammad (Maulid Nabi), sama – sama tidak ada perintahnya dalam kitab suci kedua agama. Faktanya, umat Kristen tidak mau mengucapkan Selamat Maulid Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, karena dianggap bertentangan dengan doktrin Kristiani yang meyakini Yesus sebagai Nabi terakhir.
Keempat, tidak benar jika dikatan umat Kristen disebut sebagai orang yang toleran hanya karena mengucapkan MINAL AIDZIN WAL FAIZIN kepada umat Islam saat Idul Fitri. Karena pada hari raya umat Islam lainnya, orang Kristen pantang mengucapkan, misalnya pada hari raya Idul Adha (Qurban). Hal ini karena bertentangan dengan doktrin Kristiani. Umat Islam merayakan Qurban karena sejarahnya diawali dengan ujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim (Abraham) untuk menyembelih putranya, yakni ISMAIL. Hal ini ditentang keras oleh Kristen karena pihak Kristen menganggap yang akan dikurbankan bukan Ismal, tapi ISHAQ.
Jika “memaksa” atau “terpaksa” umat Islam mengucapkan Selamat Natal, maka solusinya ada 2 yaitu :
Pertama, Ucapkan Selamat Natal secara lengkap dengan penjelasannya sesuai dengan akidah Islam. Misalnya “Selamat Natal atas kelahiran Yesus Kristus, nabi yang menubuatkan kenabian Muhammad SAW, bukan Tuhan, bukan inkarnasi Tuhan, bukan penebus dosa, dan bukan nabi terakhir.”
Kedua, Ucapkan Selamat Natal tidak pada tanggal 25 Desember, karena tanggal ini bukan hari kelahiran Yesus. Seluruh sejarawan dunia termasuk sejarawan Kristen mengakui bahwa tanggal ini (25 Des) adalah hari penyembahan Dewa Matahari (Miltharisme) yang lazim disebut Sol Invictus(matahari yang tak terkalahkan). Tradisi paganisme (kaum kafir) inilaha yang diadopsi dalam perayaan Natal. Bila umat Islam mengucapkamn selamat Natal pada tanggal 25 Desember, sama saja mengikuti agama Kristen, berarti pelecehan terhadap Nabi Allah. Nabi Isa AS pasti murka hari lahir Dewa kafir dirayakan sebagai hari kelahiran dirinya.

"Intinya toleransi beragama tidak dinilai dari sekadar ucapan. Setiap agama punya doktrin dan keyakinan yang unik. Selama peribadahan kita lancar, sentosa, dan tidak dikekang umat lain, bukankah toleransi artinya masih berjalan? "

3 comments:

  1. jangan kuatir, teman2 kristiani tidak merasa harus mendapatkan ucapan selamat dari teman2 mereka yang ragu untuk mengucapkannya :)

    ReplyDelete
  2. pernyataanmu sederhana namun menguatkan. terimakasih :)

    ReplyDelete
  3. Agama itu aqidah.
    Agamaku itu agamaku, agamamu itu agamamu
    Senggol dikit, sikat nih hhaa

    Persis ketika puasa (ramadhan atau sunah) diajakin berantem, cukup bilang "maaf saya sedang saum!", "kalau mau mah lanjut habis saum aja" tambahan jika perlu #kurangbaiktambahannya :D
    jadi ya, "maaf, selamat hari raya yaa!". itu cukup, ga perlu nyebut natal atau paskah dan temen-temennya segala dah :p

    Barakallah dan salam

    ReplyDelete

Selamat Datang . Selamat Membaca dan Selamat berkomentar :)